.

.
Bismillah ..., Kami Ingin Berbagi Faedah Ilmu Syar'i, MENEBAR SUNNAH & Merajut Ukhuwah di Atas Manhaj Salaf Dalam Meniti Al Haq

SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH 2


SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [8]

“KEUTAMAAN ILMU SYAR’I”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Katakanlah (wahai Muhammad) Ya Rabbi tambahkanlah untukku ilmu.”  [ QS. Thaha : 114 ]
“[tambahkanlah untukku ilmu]” dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah : “Ayat tersebut sangat jelas menunjukkan pada keutamaan ilmu. Karena Allah Ta’ala tidak memerintahkan Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali tambahan ilmu. Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ILMU SYAR’I. Yaitu :
Ilmu yang memberikan faidah pengenalan terhadap apa yang wajib atas seorang mukallaf dalam urusan ibadah dan mu’amalahnya.
Ilmu tentang Allah dan Shifat-Shifat-Nya, serta apa yang wajib untuk dilakukan terhadap-Nya berupa menegakkan perintah-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan.
Perputaran itu semua terletak pada ILMU TAFSIR, ILMU HADITS, dan ILMU FIQH.”
[ Fathul Bari, Syarh Shahih al-Bukhari Kitab al-‘Ilmi, Bab Pertama ]

SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [9]

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Sesungguhnya yang paling pantas diberikan untuknya hari-hari yang istimewa, dan sesuatu tertinggi yang perlu dikhususkan dengan perhatian/semangat yang lebih adalah MENYIBUKKAN DIRI dengan ilmu-ilmu syar’iyyah yang diterima dari manusia terbaik (yakni Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen).
Tidak ada seorang berakalpun yang meragukan bahwa poros ilmu-ilmu syar’i tersebut adalah pada Kitabullah (al-Qur`an) yang diikuti dan Sunnah Nabi-Nya.  Adapun ilmu-ilmu lainnya, bisa jadi merupakan alat/sarana yang membantu untuk bisa memahami al-Qur`an dan as-Sunnah, maka itu merupakan sesuatu yang harus dicari/dipelajari. Atau sesuatu yang sangat bertentangan dengan al-Qur`an dan as-Sunnah, maka itu merupakan sesuatu yang merugikan dan harus dihilangkan.”
[ Muqaddimah Hadyu as-Sari ]

SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [10]

Salaf” dan “Salafiyyun” Fadhilatu asy-Syaikh al-‘Allamah Muhammad Aman al-Jamirahimahullah berkata, “al-Firqah an-Najiyah yang mereka itu adalah “Salaf” dan “Salafiyyin“. “Salaf” yang pertama adalah para shahabat dan para tabi’in. Kemudian “Salafiyyun“, yaitu para pengikut Salaf.
Apabila kamu melihat dari sisi sejarah, “Salaf” adalah para shahabat dan para tabi’in. Oleh karena itu orang yang bermadzhab dengan madzhab mereka dan bermanhaj dengan manhaj mereka pada hari ini dan setelah hari ini, tidak disebut “Salaf“, namun disebut “Salafy“, yakni dinisbatkan pada Salaf pertama dalam aqidahnya. Kelompok ini yang terdapat padanya sifat sebagai “al-Firqah an-Najiyah“, atau “ath-Tha’ifah al-Manshurahyang berjalan di atas al-Haq.
[ Syarh ar-Risalah at-Tadmuriyah ]

SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [11]

Di antara Tanda dan Ciri Khas Dakwah Salafiyyah:
Merealisasikan Ubudiyyah kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Merealisasikan pemurniaan Ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Konsisten berpegang kepada paham Salafush Shalih terhadap dalil-dalil Syar’iyyah. Tidak keluar dari paham mereka.
Waspada dan tahdzir dari bid’ah dan ahlul bid’ah.
Wasathiyyah (Sikap Tengah), antara ghuluw (berlebihan) dan jafa’ (kurang).
Kokoh di atas al-Haq.
Semangat itu bersama dan bersama di atas al-Haq dan dengan al-Haq.
Mencampakkan perpecahan dan perselisihan.
Semangat untuk mengumpulkan ilmu nafi’, menyebarkannya di tengah-tengah umat, dan mengajak (mendakwahi) umat kepadanya, disertai sikap sabar terhadap berbagai gangguan/resiko dalam menempuhnya.
Beramal dengan ilmu.
[ dari Ma hiya as-Salafiyyah? Oleh asy-Syaikh DR. ‘Abdullah bin ‘Abdirrahim al-Bukharihafizhahullah ]

SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [12]

DORONGAN UNTUK BERPEGANG KEPADA AS-SUNNAH dan MANHAJ SALAF, serta TAHDZIR DARI BID’AH dan MENYIMPANG DARI MANHAJ SALAF
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maka WAJIB atas kalian untuk berPEGANG dengan Sunnah-ku, dan Sunnah para Khulafa’ Rasyidin sepeninggalku yang mendapat petunjuk. Pegang teguhlah sunnah tersebut dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Waspadalah kalian dari perkara yang diada-adakan. Karena setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan.” [ HR. Abu Dawud 4607, at-Tirmidzi 2676, Ibnu Majah 46 ]
Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Berittiba’lah kalian dan janganlah kalian berbuat bid’ah. Sungguh kalian telah dicukupi.” [ diriwayatkan oleh ad-Darimin dalam muqaddimah Sunan-nya ]
Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullah berkata, “Bersikaplah kalian sebagaimana kaum tersebut (yakni para shahabat) bersikap. Karena sesungguhnya berdasarkan ilmu mereka bersikap. Berdasarkan pandangan yang sangat tajam mereka menahan diri, dan sebenarnya untuk menyingkap (detail-detail permasalahan yang dimunculkan) mereka lebih mampu, dan terhadap keutamaan – kalau seandainya  ada – pada permasalahan tersebut mereka lebih berhak. Apabila kalian mengatakan, telah muncul perkara baru (bid’ah) setelah mereka, maka tidaklah membuat/memunculkan bid’ah tersebut kecuali orang-orang yang menyelisihi/menentang bimbingan mereka dan benci terhadap sunnah (jalan) mereka. Para shahabat itu telah menyifatkan (menjelaskan) agama ini dengan penjelasan yang menyembuhkan, mereka telah berbicara tentang agama ini dengan pembicaraan yang mencukupi. Jadi apa yang melebihi mereka, maka melahkan dirinya (tanpa guna), sebaliknya apa yang di bawah mereka maka itu sesuatu yang kurang. Telah ada kaum yang kurang dari mereka, sehingga kaum itu pun jatuh pada sikap jafa’ (tidak berpegang kepada prinsip yang benar). Ada pula kaum yang melebih mereka, sehingga kaum itu pun jatuh pada sikap ekstrim (dalam beragama). Sesungguhnya mereka (para shahabat itu) berada di antara dua sikap tersebut, benar-benar di atas petunjuk yang lurus.” [ diriwayatkan oleh Abu Dawud 4612, al-Ajurri dalam asy-Syari’ah hal. 221-222 ]
al-Imam Abu ‘Amr al-Auza’i rahimahullah berkata, “Wajib atasmu untuk mengikuti jejak-jejak para Salaf, meskipun orang-orang menolakmu. Berhati-hati dan waspadalah kamu dari pikiran/pendapat para tokoh, meskipun mereka menghiasinya dengan kata-kata yang indah.” [ diriwayatkan oleh al-Ajurri dalam asy-Syari’ah hal. 58 ]
[ Lum’ah al-I’tiqad al-Hadi ila Sabil ar-Rasyad, al-Imam Ibnu Qudamah ]

SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [13]

AHLUS SUNNAH SEDIKIT JUMLAHNYA
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beruntunglah orang-orang yang terasing.”  Ada yang bertanya, “Siapakah orang-orang yang terasing tersebut wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, “Orang-orang shalih sedikit jumlahnya, di tengah-tengah orang-orang jelek banyak jumlahnya. Yang menentang mereka (orang-orang shalih tersebut), lebih banyak daripada yang mengikuti mereka.” [ lihat ash-Shahihah 1273 ]
Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Berwasiatlah kepada Ahlus Sunnah dengan kebaikan. Karena sesungguhnya mereka itu ghuraba‘ (orang-orang terasing).”
Abu ‘Ali al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata,
“Konsisten dan pegung teguhlah jalan-jalan hidayah, dan tidak akan merugikanmu sedikitnya orang yang menempuhnya.
Waspadalah kamu dari jalan-jalan kesesatan, dan janganlah kamu tertipu dengan banyaknya orang-orang yang binasa (karena menempuhnya).
[ al-I’tisham I/122 ]

SILSILAH AL-FAWA’ID AS-SALAFIYAH [14]

MEWUJUDKAN PERSATUAN UMAT
Asy-Syaikh al-‘Allamah Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata,
“Kaum muslimin tidak akan bisa bersatu kecuali di atas aqidah yang shahih (benar). Aqidah-lah yang telah menyatukan para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsetelah sebelumnya mereka terpecah belah. Sebagaimana firman Allah,
“Ingatlah kalian terhadap nikmat Allah atas kalian, ketika sebelumnya kalian adalah saling bermusuhan, maka Allah satukan antara hati – hati kalian.” (Ali ‘Imran : 103) ….
TIDAK ADA YANG BISA MENYATUKAN UMAT INI KECUALI AQIDAH YANG SHAHIH. Adapun apabila kondisi umat masih berselisih, berbeda-beda dalam aqidah dan keyakinan maka tidak akan bisa bersatu selamanya!!
… apabila mereka (yaitu orang yang menyatakan diri sebagai da’i, ingin memperbaiki umat, pen) memang menginginkan persatuan kaum muslimin, maka hendaknya PERTAMA KALI YAN MEREKA LAKUKAN ADALAH MEMBENAHI/MELURUSKAN AQIDAH. Urusan aqidah inilah, yang dulu para rasul – sejak rasul pertama hingga rasul terakhir – semuanya sangat mementingkannya, dan memulai dakwah dengannya. MAKA PERTAMA KALI, WAJIB ATAS MEREKA UNTUK MENYATUKAN AQIDAH UMAT TERLEBIH DAHULU. Apabila aqidah telah disatukan, maka umat akan bersatu. Ini kalau mereka serius dan jujur dalam dakwah mereka (yakni mereka mengaku ingin melakukan perbaikan umat, pen). Namun kenyataannya mereka justru mengejek para da’i yang menjelaskan tentang aqidah, berdakwah kepada aqidah yang benar, dengan mengatakan, “dai ini mengkafirkan umat, ini ingin memecah belah kaum muslimin, … .”
Kita katakan kepada mereka, “Kalian tidak akan bisa menyatukan umat tanpa aqidah yang benar. Kalau aqidah ini sudah satu, niscaya umat pun akan bisa disatukan dengan sangat mudah.
Allah Ta’ala berfirman, “Dia – lah (Allah) yang telah menguatkanmu dengan pertolongan-Nya dan kaum muslimin. Dan Allah-lah yang menyatukan hati-hati kalian. Kalau kamu menginfakkah seluruh yang ada di bumi semuanya (untuk menyatukan mereka) niscaya kamu tidak akan bisa menyatukan hati mereka. Tapi Allah-lah yang menyatukan antar mereka. sesungguhnya Dia Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” (al-Anfal : 62-63) …
Umat tidak akan bersatu kecuali di atas prinsip ibadah kepada Rabb yang satu (yakni Tauhid), yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. …
Inilah cara untuk menyatukan kaum muslimin. Kalau mereka jujur, maka hendaknya mereka memperbaiki aqidah kaum muslimin, membersihkan darinya berbagai penyimpangan dan dari berbagai yang disusupkan padanya. Supaya aqidah tersebut kondisi menjadi murni sebagaimana aqidah yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, supaya kaum muslimin bisa bersatu di atasnya.”
[ Muqaddimah Syarh terhadap kitab Syarhus Sunnah al-Barbahari ]
Bersambung ke Bagian 3
Majmuah Manhajul Anbiya